Gayanya terlihat santai. Sama seperti biasanya, cara bersisirnya tetap
sama. Yang membuatnya agak tampak berbeda dari kesehariannya, hanya baju yang
dikenakannya. Hari itu, dia mengenakan baju bercorak dan bahan khas Sulawesi
Selatan. Dialah “Sang Inpirator” dari Kabupaten Bantaeng Prof Dr Nurdin
Abdullah.
Tak berlebihan kiranya disematkan titel “Sang Inspirator” karena, kemarin.
Bupati Bantaeng tampil sebagai salah satu pembicara dalam acara ‘Inspirasi
Daerah untuk Negeri’ di Gedung Sindo, Jakarta. Acara yang dipandu redaktur
KORAN SINDO Azhar Azis, selain Nurdin, hadir pula dua pemimpin daerah lainnya,
yakni Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Wali Kota Bogor Terpilih Bima Arya.
Tiga orang pembicara itu dianggap sebagai pemimpin daerah yang sudah
menginspirasi Indonesia. Termasuk Nurdin. Di Sulsel, kiprah Nurdin yang sudah
dia kali dipercayakan menjadi “panglima” di Butta Toa (sebutan Bantaeng)
membawa banyak perubahan. Bantaeng yang dulunya kabupaten di bagian Selatan
Sulsel termasuk kurang diperhitungkan. Tiap musin hujan pasti banjir. Kini
silakan ke Bantaeng. Akan terasa beda dan kenyamanannya.
Nurdin yang pernah meraih penghargaan People Of The Year (POTY) 2012 KORAN
SINDO kategori Kepala Daerah Terbaik menceritakan kiprahnya di Bantaeng. Kota
kecil yang kini jadi magnet investasi di Sulsel. Nurdin mengatakan, meski di
awal kepemimpinannya ketika itu diwariskan angka kemiskinan 31%, namun dirinya
tidak patah semangat untuk membesarkan tanah kelahirannya.
Pria lulusan S3 Doktor of Agriculture Kyushu University Jepang malah semakin
bersemangat untuk mengembangkan desanya yang saat itu disebut termasuk ke dalam
daftar 199 daerah tertinggal di Indonesia. “Di tahun pertama, saya sempat putus
asa. Bagaimana tidak, ketika kita niat untuk membangun tapi politik terus
berjalan, manajemen konflik terus dipelihara,” ungkapnya.
Menurutnya persoalan yang dapat dilihat dengan jelas di Bantaeng ketika dirinya
baru menjabat adalah persoalan banjir, kematian ibu hamil serta anak-anak yang
mudah terserang penyakit. Dia pun memutar otak untuk mengatasi hal itu dengan
tetap berupaya meminimalisir penggunaan anggaran pendapatan belanja daerah
(APBD) yang dimiliki oleh daerahnya. “Dibandingkan Bandung yang Rp5,3 triliun,
APBD kami hanya Rp233 miliar,” katanya.
Beruntung, menurut guru besar Universitas Hasanuddin ini, daerah yang
dipimpinnya tersebut kemudian mendapat kehormatan untuk menjadi daerah binaan
perusahaan otomotif asal Jepang, Toyota. Atas kerja sama itu banyak hibah yang
diberikan untuk Bantaeng, salah satunya bantuan berupa mobil ambulans laik
pakai yang dapat digunakan untuk menolong warga yang jatuh sakit. “Ini semua
tidak ada yang berasal dari APBD, ini hasil mulung. Setiap bulan kita dapat bantuan
dari Jepang,” jelasnya.
Melalui sarana ambulans ini Bantaeng pun kini memiliki perlengkapan pertolongan
kesehatan yang modern bagi warganya. Bahkan melalui Program Brigade Siaga
Bencana (BSB) dengan mengusung telepon terpadu 113, warga dapat dengan mudah
meminta bantuan tim medis. “Kalau mereka sakit tinggal telepon, dokter perawat
langsung datang. Jadi mengurangi juga pasien yang datang ke rumah sakit,”
paparnya.
Program BSB bahkan sudah menjadi percontohan di Indonesia. Beberapa waktu lalu,
tim ahli Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menginap beberapa hari di
Bantaeng untuk belajar program tersebut. Dengan sentuhan tangan dingan Nurdin,
Bantaeng kini berubah. Kota ini menjadi langganan Piala Adipura. Tak hanya
nurdin yang punya cerita unik dan menarik membangun dan membesarkan daerahnya,
dua kepala daerah lainnya juga punya kisah.
Posting Komentar